Ingin memiliki Ebok di atas Segera daftarkan email anda ke no hp 087897739554 ( format judul ebook, nama, alamat, donasi seikhlasnya.)
GOLDEN LIFE
Onlain Untung
Mimpi Indah Ku
Kumpullan Motifasi Bisnis Onlain
Lowongan Pekerjaan
Mau Jadi Raja Onlain Langsung Ke TKP aja
Perjalan Pulang
Senin, 25 Februari 2013
Selasa, 19 Februari 2013
http://diskusingeblog.webng.com Admin group maaf numpang doa jangan dihapus ya,Doaku untuk sahabat-sahabat facebook indonesia, TUHAN kami berdoa kepadamu, berikanlah kebahagiaan kepada kami semua, berikan kami kesehatan jasmani dan rohani, berikan kami kesuksesan serta petunjukmu agar kami tidak tersesat oleh godaan duniawi, Berikan kami petunjuk agar selalu memiliki jiwa cinta damai kepada tanah air ini. Agar bangsa ini semakin kaya, semakin damai dan menerapkan selalu bhinneka tunggal ika, tuhan bagi kami yg belum bekerja berikanlah kami pekerjaan yg halal, nyaman dan memiliki penghasilan yg dapat memenuhi kebutuhan keluarga kami, agar kami dapat membahagiakan orang orang tercinta......Kirim doa ini kepada teman teman facebookmu dengan mengunjungi situs
http://diskusingeblog.webng.com
agar kita semua saling mendoakan.
Jumat, 15 Februari 2013
Definisi Mikroorganisme dan Definisi Bakteri serta Penjelasannya
Mikroorganisme merupakan makhluk hidup yang berukuran mikroskopis,
kebanyakan terdiri dari makhluk hidup bersel tunggal. Dalam ilmu
mikrobiologi, pengertian mikroorganisme kebanyakan pada kelompok virus,
bakteri, jamur atau kapang. Mikroorganisme ini tersebar luas di alam
baik di udara, air dan di dalam tanah. Peranan mikroorganisme di alam
terutama adalah sebagai decomposer (pengurai) bahan-bahan organic.
Limbah B3 (Bahan Berbahaya & Beracun) (Makalah)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Akhir-akhir ini makin banyak limbah-limbah dari pabrik, rumah tangga,
perusahaan, kantor-kantor, sekolah dan sebagainya yang berupa cair,
padat bahkan berupa zat gas dan semuanya itu berbahaya bagi kehidupan
kita. Tetapi ada limbah yang lebih berbahaya lagi yang disebut dengan
limbah B3 (bahan berbahaya dan beracun). Hal tersebut sebenarnya bukan
merupakan masalah kecil dan sepele, karena apabila limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun(B3) tersebut dibiarkan ataupun dianggap sepele
penanganannya, atau bahkan melakukan penanganan yang salah dalam
menanganani limbah B3 tersebut, maka dampak dari Limbah Bahan Berbahaya
dan beracun
Faktor-Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Aktivitas Mikroba
Aktivitas mikroba dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungannya.
Perubahan lingkungan dapat mengakibatkan perubahan sifat morfologi dan
fisiologi mikroba. Beberapa kelompok mikroba sangat resisten terhadap
perubahan faktor lingkungan. Mikroba tersebut dapat dengan cepat
menyesuaikan diri dengan kondisi baru tersebut. Faktor lingkungan
meliputi faktor-faktor abiotik (fisika dan kimia), dan faktor biotik.
A. Faktor Abiotik
1. Suhu
a. Suhu pertumbuhan mikroba.
Pertumbuhan mikroba memerlukan kisaran suhu tertentu.
Pertumbuhan mikroba memerlukan kisaran suhu tertentu.
Rabu, 06 Februari 2013
Pengertian dan Proses Fotosintesis
Ass. selamat malam bagi pembaca Biologi asyik feat fkip, n moga sehat selalu. baiklah pada malam hari ini, atau tepatnya bulan romadhan, saya akan memposting tentang, pengertian, jenis-jenis dan proses
Proses Dekomposisi Bahan Organik Secara Aerob dan Anaerob
Zat organik adalah zat yang pada umumnya merupakan bagian dari binatang
atau tumbuh tumbuhan dengan komponen utamanya adalah karbon, protein,
dan lemak lipid. Zat organik ini mudah sekali mengalami pembusukan oleh bakteri dengan menggunakan oksigen terlarut. Limbah
organik adalah sisa atau buangan dari berbagai aktifitas manusia
seperti rumah tangga, industri, pemukiman, peternakan, pertanian dan
perikanan yang berupa bahan organik; yang biasanya tersusun oleh karbon,
hidrogen, oksigen, nitrogen, fosfor, sulfur dan mineral lainnya
(Polprasert, 1989). Limbah organik yang masuk ke
dalam perairan dalam bentuk padatan yang terendap, koloid, tersuspensi
dan terlarut. Pada umumnya, yang dalam bentuk padatan akan langsung
mengendap menuju dasar perairan; sedangkan bentuk lainnya berada di
badan air, baik di bagian yang aerob maupun anaerob. Dimanapun limbah
organik berada, jika tidak dimanfaatkan oleh fauna perairan lain,
seperti ikan, kepiting, bentos dan lainnya; maka akan segera
dimanfaatkan oleh mikroba; baik mikroba aerobik (mikroba yang hidupnya
memerlukan oksigen); mikroba anaerobik (mikroba yang hudupnya tidak
memerlukan oksigen) dan mikroba .fakultatif (mikroba yang dapat hidup
pada perairan aerobik dan anaerobik).
Limbah
organik yang ada di badan air aerob akan dimanfaatkan dan diurai
(dekomposisi) oleh mikroba aerobik (BAR); dengan proses seperti pada
reaksi (1) dan (2):
BAR + O2 + BAR è CO2 + NH3 + prod lain + enerji .. (1) (COHNS)
COHNS + O2 + BAR + enerji è C5H7O2N (sel MO baru)…(2)
Kedua
reaksi tersebut diatas dengan jelas mengisaratkan bahwa makin banyak
limbah organik yang masuk dan tinggal pada lapisan aerobik akan makin
besar pula kebutuhan oksigen bagi mikroba yang mendekomposisi, bahkan
jika keperluan oksigen bagi mikroba yang ada melebihi konsentrasi
oksigen terlarut maka oksigen terlarut bisa menjadi nol dan mikroba
aerobpun akan musnah digantikan oleh mikroba anaerob dan fakultatif yang
untuk aktifitas hidupnya tidak memerlukan oksigen.
Dekomposisi di Badan Air Anaerob
Limbah
organik yang masuk ke badan air yang anaerob akan dimanfaatkan dan
diurai (dekomposisi) oleh mikroba anaerobik atau fakultatif (BAN);
dengan proses seperti pada reaksi (3) dan (4):
COHNS + BAN è CO2 + H2S + NH3 + CH4 + produk lain + enerji ……….(3)
COHNS + BAN + enerji è C5H7O2 N (sel MO baru)….…..(4)
Kedua
proses tersebut diatas mengungkapkan bahwa aktifitas mikroba yang hidup
di bagian badan air yang anaerob selain menghasilkan sel-sel mikroba
baru juga menghasilkan senyawa-senyawa CO2, NH3, H2S, dan CH4 serta
senyawa lainnya seperti amin, PH3 dan komponen fosfor. Asam sulfide
(H2S), amin dan komponen fosfor adalah senyawa yang mengeluarkan bau
menyengat yang tidak sedap, misalnya H2S berbau busuk dan amin berbau
anyir. Selain itu telah disinyalir bahwa NH3 dan H2S hasil dekomposisi
anaerob pada tingkat konsentrasi tertentu adalah beracun dan dapat
membahayakan organisme lain, termasuk ikan.
Selain
menghasilkan senyawa yang tidak bersahabat bagi lingkungan seperti
tersebut diatas, hasil dekomposisi di semua bagian badan air
menghasilkan CO2 dan NH3 yang siap dipakai oleh organisme perairan
berklorofil (fitoplankton) untuk aktifitas fotosintesa; yang dapat
digambarkan sebagai reaksi (5).
MATAHARI
NH3 +7.62 CO2 + 2.53 H2O è C7.62 H8.06 O 2.53 N + 7.62 O2 …..(5)
NH3 +7.62 CO2 + 2.53 H2O è C7.62 H8.06 O 2.53 N + 7.62 O2 …..(5)
DAMPAK DEKOMPOSISI LIMBAH ORGANIK.
Uraian
diatas mengungkapkan bahwa proses dekomposisi limbah organik di badan
air bagian manapun cenderung selalu merugikan karena sebagian besar
produknya (NH3 H2S dan CH4) dapat langsung mengganggu kehidupan fauna,
sedang produk yang lain (nutrien) meskipun sampai pada konsentrasi
tertentu menguntungkan namun jika limbah/nutrien terus bertambah
(eutrofikasi) akan menjadi pencemar yang menurunkan kualitas perairan
dan akhirnya mengganggu kehidupan fauna.
Dampak Langsung.
Pengaruh
pertama proses dekomposisi limbah organik di badan air aerobik adalah
terjadinya penurunan oksigen terlarut dalam badan air. Fenomena ini akan
mengganggu pernafasan fauna air seperti ikan dan udang-udangan; dengan
tingkat gangguan tergantung pada tingkat penurunan konsentrasi oksigen
terlarut dan jenis serta fase fauna. Secara umum diketahui bahwa
kebutuhan oksigen jenis udang-udangan lebih tinggi daripada ikan dan
kebutuhan oksigen fase larva/juvenil suatu jenis fauna lebih tinggi dari
fase dewasanya. Dengan demikian maka dalam kondisi konsentrasi oksigen
terlarut menurun akibat dekomposisi; larva udang-udangan akan lebih
menderita ataupun mati lebih awal dari larva fauna lainnya. Fenomena
seperti itulah yang diduga menjadi sebab kenapa akhir-akhir ini di
sepanjang pantai utara P. Jawa yang padat penduduk dan tinggi pemasukan
limbah organiknya tidak mudah lagi ditemukan bibit-bibit udang dan
bandeng (nener); padahal pada masa lalu dengan mudahnya ditemukan..
Kesulitan
fauna karena penurunan oksigen terlarut sebenarnya baru dampak
permulaaan, sebab jika jumlah pencemar organik dalam badan air bertambah
terus maka proses dekomposisi organik memerlukan oksigen lebih besar
dan akibatnya badan air akan mengalami deplesi oksigen bahkan bisa habis
sehingga badan air menjadi anaerob (Polprasert, 1989). Jika fenomena
ini terjadi pada seluruh bagian badan air maka fauna air akan mati masal
karena tidak bisa menghindar; namun jika hanya terjadi di bagian bawah
badan air maka fauna air, termasuk ikan masih bisa menghindar ke
permukaan hingga terhindar dari kematian. Secara alamiah kejadian
anaerob di semua lapisan badan air memang sangat sulit terjadi karena
bagian atas air selalu berhubungan dengan udara bebas yang selalu
mensupplainya, namun demikian kalau sebagian badan air anaerob sangatlan
sering; misal di teluk-teluk waduk dan pantai yang relatip menggenang
sering muncul gelembung-gelembung gas yang mengisaratkan bahwa bagian
air yang anaerob dekat dengan permukaan air.
Telah
diuraikan bahwa pada badan air yang anaerob dekomposisi bahan organik
menghasilkan gas-gas, seperti H2S, metan dan amoniak yang bersifat racun
bagi fauna seperti ikan dan udang-udangan. Seperti penurunan oksigen
terlarut; senyawa-senyawa beracun inipun dalam konsentrasi tertentu akan
dapat membunuh fauna air yang ada.
Selain
menyebabkan penurunan konsentrasi oksigen terlarut dan menghasilkan
senyawa beracun yang selalu merugikan dan dapat menyebabkan kematian
fauna; dekomposisi juga dapat menghasilkan kondisi perairan yang cocok
bagi kehidupan mikroba fatogen yang terdiri dari mikroba, virus dan
protozoa (Polprasert, 1989), yang setelah berkembang-biak, setiap saat
dapat menyerang dan menjadi penyakit yang mematikan ikan, udang dan
fauna lainnya
Dampak Tidak Langsung (Eutrofikasi)
Selain
menurunkan konsentrasi oksigen terlarut, menghasilkan senyawa beracun
dan menjadi tempat hidup mikroba fatogen yang menyengsarakan fauna air;
dekomposisi juga menghasilkan senyawa nutrien (nitrogen dan fosfor) yang
menyuburkan perairan. Nutrien merupakan unsur kimia yang diperlukan
alga (fitoplankton) untuk hidup dan pertumbuhannya (Hutchinson, 1944;
Margalef, 1958 dan Frost, 1980). Sampai pada tingkat konsentrasi
tertentu, peningkatan konsentrasi nutrien dalam badan air akan
meningkatkan produktivitas perairan (Garno, 1995); karena nutrien yang
larut dalam badan air langsung dimanfaatkan oleh fitoplankton (reaksi no
5) untuk pertumbuhannya sehingga populasi dan kelimpahannya meningkat
(Garno, 1992). Peningkatan kelimpahan fitoplankton akan diikuti dengan
peningkatan kelimpahan zooplankton, yang makanan utamanya adalah
fitoplankton (Garno, 1998). Akhirnya karena fitoplankton dan zooplankton
adalah makanan utama ikan; maka kenaikan kelimpahan keduanya akan
menaikan kelimpahan (produksi) ikan dalam badan air tersebut.
Sangat
disayangkan bahwa jika peningkatan nutrien terus berlanjut maka dampak
positif seperti itu hanya bersifat sementara bahkan akan terjadi proses
yang berdampak negatif bagi kualitas badan air (Anonim, 2001).
Peningkatan konsentrasi nutrien yang berkelanjutan dalam badan air,
apalagi dalam jumlah yang cukup besar akan menyebabkan badan air menjadi
sangat subur atau eutrofik (Henderson, 1987). Proses peningkatan
kesuburan air yang berlebihan yang disebabkan oleh masuknya nutrien
dalam badan air, terutama fosfat inilah yang disebut eutrofikasi
(Anonim, 2001).
Sesungguhnya
eutrofikasi adalah sebuah proses alamiah yang terjadi dengan
pelahan-lahan dan memakan waktu berabad-abad bahkan ribuan tahun; di
mana badan air yang relatif tergenang seperti danau dan pantai tertutup
mengalami perubahan produktifitas secara bertahap. Namun demikian,
sejalan dengan peningkatan populasi manusia yang diikuti dengan
peningkatan jumlah limbah yang dihasilkannya, maka tanpa disadari
fenomena ini telah dipercepat menjadi dalam hitungan beberapa dekade
seperti yang umum terjadi pada berbagai danau dan pantai (Goldman dan
Horne,1983); bahkan beberapa tahun saja seperti eutrofikasi yang terjadi
pada perairan waduk kaskade Citarum (Garno, 2001a) dan beberapa minggu
seperti eutrofikasi yang terjadi pada perairan tambak (Garno, 2001b).
Fenomena tersebut menunjukkan bahwa eutrofikasi memang telah menjadi
masalah perairan umum di seluruh di dunia..
Publikasi
yang ada menyatakan bahwa kandungan fosfor > 0,010 mgP·l-1 dan
nitrogen > 0,300 mgN·l-1 dalam badan air akan merangsang fitoplankton
untuk tumbuh dan berkembang-biak dengan pesat (Henderson dan Markland,
1987), sehingga terjadi blooming sebagai hasil fotosintesa yang maksimal
dan menyebabkan peningkatan biomasa perairan tersebut (Garno, 1992).
Sehubungan dengan peningkatan konsentrasi nutrien dalam badan air,
setiap jenis fitoplankton mempunyai kemampuan yang berbeda dalam
memanfaatkannya sehingga kecepatan tumbuh setiap jenis fitoplankton
berbeda (Henderson dan Markland 1987; Margalef, 1958;. Selain itu setiap
jenis fitoplankton juga mempunyai respon yang berbeda terhadap
perbandingan jenis nutrien yang terlarut dalam badan air (Kilham dan
Kilham, 1978). Fenomena ini menyebabkan komunitas fitoplankton dalam
suatu badan air mempunyai struktur dan dominasi jenis yang berbeda
dengan badan air lainnya (Hutchinson, 1944; Margalef., 1958 Reynolds,
1989).
Perbedaan
struktur dan dominasi jenis fitoplankton tersebut diatas juga
dipengaruhi oleh karakteristik fitoplankton dan zooplankton yang ada.
Diketahui beberapa jenis fitoplankton tidak dapat dimakan oleh
zooplankton karena bentuk morpologi, fisiologi (Horn, 1981; Garno, 1993;
Geller, 1975, Downing dan Petter, 1980) komposisi fitoplankton; dan
mekanisme makan zooplankton (DeMott, 1982; Frost, 1980; James &.
Forsynth 1990) serta faktor abiotik lainnya. Selanjutnya dalam kondisi
persediaan makanan (fitoplankton) banyak dan beragam; zooplankton
melakukan pemilihan terhadap jenis, bentuk dan ukuran fitoplankton yang
hendak dimakan atau selective feeding (Garno, 1993).
Interaksi
kompleks antara nutrien, fitoplankton dan zooplankton tersebut
menyebabkan badan air yang mengalami eutrofikasi pada akhirnya akan
didominasi oleh sejenis fitoplankton tertentu yang pada umumnya tidak
bisa dimakan oleh fauna air terutama zooplankton dan ikan; termasuk
karena beracun. Sebagai contoh yang nyata dari fenomena ini adalah
dominasi Mycrocistis sp di waduk-waduk Saguling, Cirata dan Jatiluhur
(Garno, 2001, 2002, 2003); dan dominasi Pyrodinium bahamense, lexandrium
spp. dan Gymnodinium spp. di perairan pantai/pesisir waktu terjadi
“red-tide
Selain
merugikan dan mengancam keberlanjutan fauna akibat dominasi
fito-plankton yang tidak dapat dimakan dan beracun; blooming yang
menghasilkan biomasa (organik) tinggi juga merugikan fauna; karena
fenomena blooming selalu diikuti dengan penurunan oksigen terlarut
secara drastis akibat pe-manfaatan oksigen yang ber lebihan untuk
de-komposisi biomasa (organik) yang mati. Seperti pada analisis dampak
langsung tersebut diatas maka rendahnya konsentrasi oksigen terlarut
apalagi jika sampai batas nol akan menyebabkan ikan dan fauna lainnya
tidak bisa hidup dengan baik dan mati. Selain menekan oksigen terlarut
proses dekomposisi tersebut juga menghasilkan gas beracun seperti NH3
dan H2S yang pada konsentrasi tertentu dapat membahayakan fauna air,
termasuk ikan.
Selain
badan air didominasi oleh fitoplankton yang tidak ramah lingkungan
seperti tersebut diatas, eutrofikasi juga merangsang pertumbuhan tanaman
air lainnya, baik yang hidup di tepian (eceng gondok) maupun dalam
badan air (hydrilla). Oleh karena itulah maka di rawa-rawa dan
danau-danau yang telah mengalami eutrofikasi tepiannya ditumbuhi dengan
subur oleh tanaman air seperti eceng gondok (Eichhornia crassipes),
Hydrilla dan rumput air lainnya.
Akhirnya,
yang harus dimengerti dan disadari adalah bahwa karena Indonesia
merupakan negara tropis yang mendapatkan cahaya Matahari sepanjang
tahun; maka blooming (dalam arti biomasa alga tinggi) dapat terjadi
sepanjang tahun. Artinya kapan saja (asal tidak mendung/hujan) dan dari
manapun asalnya kalau konsentrasi nutrien dalam badan air meningkat maka
akan meningkat pula aktifitas fotosintesa fitoplankton yang ada; dan
jika peningkatan nutrien cukup besar alau lama akan terjadi blooming.
Fenomena itulah yang menyebabkan badan-badan air (waduk, danau dan
pantai) di Indonesia yang telah menjadi hijau warnanya tidak pernah atau
jarang sekali menjadi jernih kembali; tidak seperti di negeri 4 musim
seperti Kanada dan Jepang yang blooming hanya terjadi di akhir musim
semi dan panas. Kurva Pertumbuhan Bakteri
Pertumbuhan merupakan salah satu karakteristik yang dimiliki oleh
semua mikroorganisme hidup. Menurut Benefield dan Randall (1980)
pertumbuhan bakteri sederhana didefinisikan sebagai peningkatan jumlah
mikroorganisme per unit waktu. Kebanyakan bakteri bereproduksi dengan
cara membelah diri, di mana akan terbentuk dua sel baru dari satu sel
induk. Waktu yang dibutuhkan untuk membentuk dua sel baru tersebut
dinamakan waktu generasi. Waktu generasi bervariasi tergantung pada
spesies dan kondisi pertumbuhan, ada yang hanya beberapa menit ada yang
sampai beberapa jam.
Jika bakteri ditanam dalam suatu larutan biak, maka bakteri akan
terus tumbuh sampai salah satu faktor kebutuhannya mencapai minimum dan
pertumbuhan menjadi terbatas. Kalau sepanjang peristiwa ini tidak
terjadi tidak terjadi penambahan nutrisi atau penyaluran keluar
produk–produk metabolisme, maka pertumbuhan dalam lingkungan hidup
seperti ini mematuhi hukum– hukum, yang tidak hanya berlaku bagi
organisme bersel tunggal saja, tetapi juga untuk organisme bersel banyak
dengan pertumbuhan yang dibatasi secara genetik.
Perkembangbiakan bakteri dapat dinyatakan dalam grafik logaritma
jumlah sel hidup setiap waktu. Menurut Monod (1949) terdapat beberapa
tahap pertumbuhan, yaitu:
Fase ini merupakan fase yang dilakukan mikroorganisme untuk beradaptasi dengan lingkungannya yang baru sebelum memulai pertumbuhan. Waktu yang dibutuhkan untuk berkembang biak cukup lama, kecepatan pertumbuhan berada pada titik yang rendah mendekati nol dengan waktu generasi yang panjang. Ukuran serta kecepatan aktivitas metabolisme berada pada kondisi maksimum. Fase log akan pendek jika inokulum yang dipakai adalah bakteri pada pertumbuhan eksponensial dan media memiliki komposisi yang sama dengan media pertumbuhan sebelumnya. Inokulasi bakteri pada fase stasioner atau inokulasi ke media dengan komposisi berbeda akan menghasilkan fase lag sepuluh sampai dua puluh jam lebih lama. Fase lag mengindikasikan waktu yang diperlukan bakteri untuk mensintesis enzim yang dibutuhkan dalam metabolisme nutrisi baru.
Fase akselerasi
Setelah aklimatisasi sel akan mengalami fase percepatan pertumbuhan eksponensial, di mana nutrisi digunakan untuk membentuk materi sel baru. Pada tahap ini waktu yang dibutuhkan untuk berkembang biak semakin pendek dan terjadi peningkatan kecepatan pertumbuhan.
Fase eksponensial
Pada tahap ini waktu yang dibutuhkan untuk berkembang biak atau waktu generasi berada pada kondisi minimal atau konstan, kecepatan pertumbuhan spesifik berada pada kondisi maksimal atau konstan. Terjadinya kondisi ini ditandai dengan nilai DNA/sel, RNA/sel, protein/sel dan kerapatan sel berada pada kondisi konstan, sedangkan untuk ukuran sel biasanya minimum. Karena kecepatan pembelahan diri relatif konstan maka tahap ini paling cocok untuk menetapkan kecepatan pembelahan diri dan kecepatan pertumbuhan. Selain dapat juga digunakan untuk mempelajari faktor – faktor lingkungan dan untuk mengetahui kemampuan mikroorganisme dalam menggunakan substrat. Laju pertumbuhan didefinisikan sebagai:
dx / dt = μ.x
dimana;
x = konsentrasi biomassa (ML-1)
t = waktu inokulasi (T)
μ = laju pertumbuhan spesifik (T-1)
Jika dalam periode waktu t = 0 sampai t terjadi pertumbuhan sel dari xo menjadi x, maka persamaan di atas dapat diintegrasikan menjadi:Jika ln (x/xo) pada persamaan di atas diplotkan tiap waktu maka akan diperoleh suatu garis lurus. Slope garis lurus tersebut merupakan laju pertumbuhan spesifik, μ. Pertumbuhan eksponensial akan terus berlangsung sepanjang komposisi biomassa dan kondisi lingkungan tetap konstan. Dalam reaktor batch laju pertumbuhan merupakan fungsi dari konsentrasi biomassa dan konsentrasi substrat. Oleh karenanya akan terjadi deviasi dari pertumbuhan eksponensial karena keterbatasan substrat.
Penurunan fase pertumbuhan
Pada fase ini terjadi penurunan kecepatan pertumbuhan spesifik yang disebabkan oleh penurunan konsentrasi substrat dan akumulasi hasil metabolisme yang bersifat toksik.
Fase stasioner
Pada fase ini nutrien telah habis, konsentrasi tinggi dari hasil metabolisme yang bersifat toksik, serta mempunyai kepadatan populasi yang tinggi. Fase stasioner merupakan fase keseimbangan antara pertumbuhan dan kematian sel. Sebenarnya dalam fase ini sel berada pada tahap tidak melakukan aktivitas (suspended animation) (Wilkinson, 1975).
Fase endogenus
Dengan berakhirnya fase stasioner akan diikuti dengan mulainya fase kematian. Pada fase ini proses metabolisme berhenti, laju kematian meningkat dan ada kemungkinan sel – sel dihancurkan oleh pengaruh enzim yang berasal dari sel itu sendiri (autolisis). Ketika proses lisis terjadi nutrien intraselular terlepas ke dalam medium yang kemudian dapat digunakan oleh mikroorganisme lain yang masih hidup. Laju kematian merupakan reaksi orde satu yang dapat dinyatakan sebagai:
dx / dt = – μd . x
dimana;
x = konsentrasi biomass (ML-1)
t = waktu inokulasi (T)
μd = konstanta laju kematian (T-1)
Gambar 8. Fase-fase Pertumbuhan
Kompos Cacing
Ageng Sayfullah H SP
Pengomposan cacing (Vermi-Composting)
adalah penggunaan cacing tanah untuk pengomposan sisa tanaman. Cacing tanah secara praktek dapat memakan
semua jenis bahan organik. Seekor cacing, mempunyai bobot sekitar 0.5 hingga
0.6 g, memakan sisa tanaman sebanyak bobot tubuhnya setiap hari dan menghasilkan
kotoran (cast) sama dengan bobot
tersebut. Diduga dari 1000 ton bahan
organik segara dapat dikonversi oleh cacing tanah menjadi 300 ton kompos. Bahan
organik diubah menjadi kompleks biokimia dalam tubuh cacing dan pengomposan
cacing adalah merupakan teknik ampuh dalam menimbun padatan tidak beracun (non-toxicsolid)
dan sisa organik cair. Ia akan membantu dalam hal biaya daur ulang sisa hewan
(ternak unggas, equine, babi, dan kotoran ternak) sisa pertanian dan
industri secara efektif dan efisien, melalui penggunaan energi rendah
bersama-sama dengan kokon dan makanan yang tidak dapat dicernak menjadi kotoran
cacing (vermicasting). Kotoran cacing tanah kaya akan unsur-unsur hara
(N, P, K, Ca dan Mg), dan juga populasi bakteri dan aktinomeset. Populasi
aktinomiset dalam kotoran cacing adalah di atas 6 kali lebih banyak dari tanah
asli (Gaur 1982). Timbunan kompos segara (level kelembaban 30-40%) dengan
ukuran 2.4 x 1.2 x 0.6 m, dapat menunjang populasi lebih dari 50 000 ekor
cacing. Suhu dari bedengan yang dibudidayakan berada pada kisaran 200-300
C. Pemasukan pengomposan cacing ke sistem kompos bedengan (timbunan)
dapat dilakukan untuk mencampur bahan, earasi timbunan dan mempercepat
pengomposan. Membolak-balik timbunan adalah tidak perlu, selama cacing tanah
berada dalam timbunan untuk melakukan pencampuran dan memperbaiki aerasi.
Selain sampah desa dan kota,
bahan cair dari agro-industri seperti dairies, tanneries, pulp and paper
mills, distilleres dan lain-lain dapat perlakukan dengan cacing
tanah.
Keuntungan Kompos Cacing
Cacing tanah membantu penyiapan
pembuatan kompos untuk menjaga kesuburan tanah melalui:
1. Perbaikan kesuburan tanah
2. Ameliorasi kondisi fisik tanah
3. Mencampur lapisan sub-soil dan top soil
4. Mengatasi disifisiensi yang tidak diketahui pada tanaman
5. Penggunaan cacing tanah dalam daur ulang sampah kota dan desa, sisa kotoran air dan lumpur,
dan sisa industri seperti kertas, makanan dan kayu
6. Menyediakan makanan tradisional.
Spesies Kompos Cacing
Cacing tanah dapat dibagi dalam:
cacing hidup di permukaan (epigeic) dan di lubang (epianecic). Epigeic
atau cacing kompos dijumpai di permukaan tanah dan berwarna coklat kemerahan,
contoh Lumbricus rubellus (cacing merah). Dari banyak spesies cacing tanah yang diuji
dalam media massa
di seluruhy dunia, Eisenia fetida, Eudrilus eugeniae dan Perionyx
excavatus merupakan urutan teratas dalam hal kemampuan mereka mengomposkan
sisa oraganik. Ukuran kokon Eisenia fetida dan Eudrilus eugeniae adalah
tidak sama.
Berternak
Cacing
Cacing diternak dan
dikembang-biakkan dalam suatu tempat kotak komersial dari kayu berukuran 45
x 60 cm, dilengkapi lubang drainase dan
disimpan di rak secara berderet-deret.
Bahan bedengan terdiri dari bahan-bahan organik khusus residu serbuk
gergaji, jerami serealia, sekam, ampas tebu, serasah tebu, kertas, ketaman
kayu, coir waste, rumput, dsb diberi air sampai lembab. Campuran bahan
lembab disimpan selama 30 hari ditutup dengan kartun dan dicampur-aduk
sewaktu-waktu. Setelah fermentasi sempurna, dimasukkan kotoran ayam dan bahan
hijauan seperti daun lamtoro atau enceng gondok. Bahan-bahan ditempatkan dalam
kotak, dijaga agar cukup gembur dan cacing mudah membuat lubang dan kelembaban
terjaga. Proporsi pakan cacing bervariasi sesuai kondisi setempat, namun
kandungan nitrogen akhir hendaknya berada sekitar 2.4%. Nilai pH sedapat mungkin berada di sekitar
netral dan suhu kotak antara 200 hingga
270 C. Pada suhu lebih tinggi
cacing akan keluar kepanasan dan suhu lebih rendah tidur. Untuk setiap luasan
permukaan 0.1 m2 diternakkan 100 g telur. Agar supaya mereka dapatr memakan bahan yang
diberikan, pada fase ini cacing secara teratur diberi pakan sebanyak 1 kg pakan per hari untuk setiap kg cacing. Bahan pakan yang diberikan juga dari berbagai
tipe bahan organik termasuk kotoran sapi hancur, kotoran ayam, daun Leucaena,
sisa sayuran dan enceng gondok. Diperlukan
tindakan pengamanan dari serangan predator seperti burung, semut, kodok, dan
lain-lain binatang pemakan cacing.
PUPUK ORGANIK
Sumber Bahan Organik
Bahan organik tanah adalah bahan-bahan yang
lazim digunakan untuk memperbaiki dan mempertahankan kesuburan tanah, dapat
digolongkan sebagai berikut:
Kotoran Hewan:
Bahan ini dibutuhkan dalam jumlah banyak,
berupa pupuk kandang dan pupuk hijau, terutama ditujukan untuk memperbaiki
sifat fisik tanah, menggantikan dan mempertahankan status humus, mempertahankan
kondisi optimum untuk aktivitas mikro organisme tanah, dan mengisi sebagian
kecil unsur hara yang hilang diambil tanaman, pencucian ataupu erosi. Secara praktikal, jumlah unsur hara dalam
kotoran hewan ini tergolong rendah dan tidak cukup memenuhi kebutuhan tanaman
secara keseluruhan. Unsur-unsur hara yang terkandung dalam pupuk kandang dan
pupuk hijau, tersedia bagi tanaman setelah mengalami dekomposisi oleh
mikroorganisme.
Pupuk Organik Pekat:
Beberapa bahan organik pekat, seperti bungkil minyak (oil-cakes), tepung
tulang, urine dan darah, tergolong bahan organik asli.
Kotoran Hewan Padat:
Sifat dan peran bahan organik dan humus dalam
tanah telah dijelaskan di muka. Dalam
Tabel 2 disajikan kandungan unsur hara rata-rata dalam manure dan bahan organik
mentah lainnya yang dapat digunakan dalam mempertahan kandungan humus dalam
tanah.
Pupuk kandang:
Pupuk kandang (farmyard manure) yang
berkualitas baik barangkali merupakan bahan yang sangat banyak diaplikasikan ke
tanah. Bahan ini sangat umum digunakan dalam praktek tanaman hortikultura.
Bahan merupakan campuran kotoran dan sisa-sisa pakan ternak Kotoran ternak, bersama-sama sisa-sisa
buangan rumah-tangga merupakan bahan pertama kali yang dikumpulkan dicampur
dengan bahan lain yang ditumpuk di suatu tempat pembuangan sampah. Bahan-bahan
ini di bawah terik matahari menjadi cepat kering, dan tidak mengalami
pembusukan. Sangat sering sebagian dari kotoran ternak kering tertiup angin
atau terbawa oleh air hujan. Urine ternak biasanya tidak disimpan dengan
baik. Penelitian di Amerika terhadap
distribusi unsur-unsur yang berasal dari
urine dan kotoran sapi, terdapat 95
persen kalium, 63 persen nitrogen dan 50 persen sulfur terkandung dalam urine.
Sisa-sisa urine kaya nitrogen, akan mengalami kehilangan nitrogen (dalam bentuk
amoniak) terjadi melalui proses fermentasi bila kotoran dibiarkan terbuka
Kualitas kotoran hewan dapat pula diperbaiki
melalui peningkatan kualitas pakan yang diberikan kepada ternak. Biji kapas,
bungkil biji kapas, linseed-meal, wheat bran, sekam, bungkil kacang
tanah, gram, horse-gram, dan lain-lain
adalah bahan-bahan yang kaya akan unsur nitrogen, fosfor, kalium,
magnesium dan sulfur. Telah diketahui
bahwa dalam hal ternak kerja dewasa sekitar 80 persen nitrogen dan unsur hara
lain yang terkandung dalam pakan akan dikonversikan menjadi urine, kotoran padat, dan hasil samping hewan
lainnya. Dalam hal ini, kotoran ternak berasal dari pakan berupa jerami
serealia dan rumput kering adalah kurang valuable dari pada pakan dari jerami
legum, biji dan konsentrat
Pada beberapa negara, telah dilakukan upaya
peningkatan mutu kotoran hewan ternak. Kalsium sulfat dan gipsum
dipertimbangkan dalam mencegah terjadinya kehilangan amonia. Gipsum diketahui
efektif sebagai agen penyerap amoniak. Superfosfat, di samping dapat bertindak
sebagai absorban amoniak, suplai fosfor,
juga memperbaiki kapasitas produksi tanaman dari pemberian pupuk.
Pupuk kandang yang sedang mengalami
pelapukan, secara umum harus digunakan ke tanah sekitar tiga hingga empat
minggu sebelum tanam. Selain untuk kelembaban, waktu tersebut cukup untuk
proses dekomposisi dan perbaikan struktur tanah. Pemberian terlalu lama sebelum
tanam, membawa resiko pupuk kandang mengalami kekeringan, atau dekomposisi
terlalu cepat; namun hal ini bergantung
kepada kondisi hujan. Tetapi untuk setiap kasus, terjadi kehilangan amoniak
secara serious. Bila kotoran ternak sudah matang, maka dapat disarankan
penggunaan sebelum tanam, khususnya pada tanah-tanah ringan. Dibutuhkan
kelembaban yang cukup agar kotoran ternak dapat mengalami dekomposisi dengan
baik. Pupuk kandang dapat diberikan untuk semua tanaman pada musim hujan atau
dibawah kondisi air irigasi.
Peran Bahan Organik Bagi Tanaman
Bahan organik memainkan beberapa peranan penting di
tanah. Sebab bahan organik berasal dari tanaman yang tertinggal, berisi
unsur-unsur hara yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman. Bahan organik
mempengaruhi struktur tanah dan cenderung untuk menjaga menaikkan kondisi fisik
yang diinginkan. Peranan bahan organik ada yang bersifat langsung terhadap
tanaman, tetapi sebagian besar mempengaruhi tanaman melalui perubahan sifat dan
ciri tanah.
Setelah
mengetahui uraian mengenai bahan organik diharapkan menambah pengetahuan untuk
berbagai pihak akan arti penting bahan organik sehingga diharapkan dengan
rekayasa-rekayasa tentang bahan organik dapat ikut berpartisipasi untuk
meningkatkan produktivitas lahan.
Pengaruh Bahan Organik pada Sifat Biologi Tanah
Jumlah dan aktivitas metabolik organisme tanah meningkat.
Secara umum, pemberian bahan organik dapat meningkatkan pertumbuhan dan
aktivitas mikroorganisme. Bahan organik merupakan sumber energi dan bahan
makanan bagi mikroorganisme yang hidup di dalam tanah. Mikroorganisme tanah
saling berinteraksi dengan kebutuhannya akan bahan organik karena bahan organik
menyediakan karbon sebagai sumber energi untuk tumbuh.
Kegiatan jasad mikro dalam membantu dekomposisi bahan
organik meningkat. Bahan organik segar yang ditambahkan ke dalam tanah akan
dicerna oleh berbagai jasad renik yang ada dalam tanah dan selanjutnya
didekomposisisi jika faktor lingkungan mendukung terjadinya proses tersebut.
Dekomposisi berarti perombakan yang dilakukan oleh sejumlah mikroorganisme
(unsur biologi dalam tanah) dari senyawa kompleks menjadi senyawa sederhana.
Hasil dekomposisi berupa senyawa lebih stabil yang disebut humus. Makin banyak
bahan organik maka makin banyak pula populasi jasad mikro dalam tanah
Pengaruh Bahan Organik pada Sifat Kimia Tanah
Meningkatkan daya jerap dan kapasitas tukar kation (KTK).
Sekitar setengah dari kapasitas tukar kation (KTK) tanah berasal dari bahan
organik. Bahan organik dapat meningkatkan kapasitas tukar kation dua sampai
tiga puluh kali lebih besar daripada koloid mineral yang meliputi 30 sampai 90%
dari tenaga jerap suatu tanah mineral. Peningkatan KTK akibat penambahan bahan
organik dikarenakan pelapukan bahan organik akan menghasilkan humus (koloid
organik) yang mempunyai permukaan dapat menahan unsur hara dan air sehingga
dapat dikatakan bahwa pemberian bahan organik dapat menyimpan pupuk dan air
yang diberikan di dalam tanah. Peningkatan KTK menambah kemampuan tanah untuk
menahan unsur- unsur hara.
Unsur N,P,S diikat dalam bentuk organik atau dalam tubuh
mikroorganisme, sehingga terhindar dari pencucian, kemudian tersedia kembali.
Berbeda dengan pupuk komersil dimana biasanya ditambahkan dalam jumlah yang
banyak karena sangat larut air sehingga pada periode hujan terjadi kehilangan
yang sangat tinggi, nutrien yang tersimpan dalam residu organik tidak larut
dalam air sehingga dilepaskan oleh proses mikrobiologis. Kehilangan karena
pencucian tidak seserius seperti yang terjadi pada pupuk komersil. Sebagai
hasilnya kandungan nitrogen tersedia stabil pada level intermediet dan
mengurangi bahaya kekurangan dan kelebihan. Bahan organik berperan sebagai
penambah hara N, P, K bagi tanaman dari hasil mineralisasi oleh mikroorganisme.
Mineralisasi merupakan lawan kata dari immobilisasi. Mineralisasi merupakan
transformasi oleh mikroorganisme dari sebuah unsur pada bahan organik menjadi
anorganik, seperti nitrogen pada protein menjadi amonium atau nitrit. Melalui
mineralisasi, unsur hara menjadi tersedia bagi tanaman.
Meningkatkan kation yang mudah dipertukarkan dan pelarutan sejumlah unsur hara dari mineral oleh asam humus. Bahan organik dapat menjaga keberlangsungan suplai dan ketersediaan hara dengan adanya kation yang mudah dipertukarkan. Nitrogen, fosfor dan belerang diikat dalam bentuk organik dan asam humus hasil dekomposisi bahan organik akan mengekstraksi unsur hara dari batuan mineral. Mempengaruhi kemasaman atau pH. Penambahan bahan organik dapat meningkatkan atau malah menurunkan pH tanah, hal ini bergantung pada jenis tanah dan bahan organik yang ditambahkan. Penurunan pH tanah akibat penambahan bahan organik dapat terjadi karena dekomposisi bahan organik yang banyak menghasilkan asam-asam dominan. Sedangkan kenaikan pH akibat penambahan bahan organik yang terjadi pada tanah masam dimana kandungan aluminium tanah tinggi , terjadi karena bahan organik mengikat Al sebagai senyawa kompleks sehingga tidak terhidrolisis lagi .
Meningkatkan kation yang mudah dipertukarkan dan pelarutan sejumlah unsur hara dari mineral oleh asam humus. Bahan organik dapat menjaga keberlangsungan suplai dan ketersediaan hara dengan adanya kation yang mudah dipertukarkan. Nitrogen, fosfor dan belerang diikat dalam bentuk organik dan asam humus hasil dekomposisi bahan organik akan mengekstraksi unsur hara dari batuan mineral. Mempengaruhi kemasaman atau pH. Penambahan bahan organik dapat meningkatkan atau malah menurunkan pH tanah, hal ini bergantung pada jenis tanah dan bahan organik yang ditambahkan. Penurunan pH tanah akibat penambahan bahan organik dapat terjadi karena dekomposisi bahan organik yang banyak menghasilkan asam-asam dominan. Sedangkan kenaikan pH akibat penambahan bahan organik yang terjadi pada tanah masam dimana kandungan aluminium tanah tinggi , terjadi karena bahan organik mengikat Al sebagai senyawa kompleks sehingga tidak terhidrolisis lagi .
Peranan
bahan organik terhadap perbaikan sifat kimia tanah tidak terlepas dalam
kaitannya dengan dekomposisi bahan organik, karena pada proses ini terjadi
perubahan terhadap komposisi kimia bahan organik dari senyawa yang kompleks
menjadi senyawa yang lebih sederhana. Proses
yang terjadi dalam dekomposisi yaitu perombakan sisa tanaman atau hewan oleh
miroorganisme tanah atau enzim-enzim lainnya, peningkatan biomassa organisme,
dan akumulasi serta pelepasan akhir. Akumulasi residu tanaman dan hewan sebagai
bahan organik dalam tanah antara lain terdiri dari karbohidrat, lignin, tanin,
lemak, minyak, lilin, resin, senyawa N, pigmen dan mineral, sehingga hal ini
dapat menambahkan unsur-unsur hara dalam tanah.
Pengaruh Bahan Organik pada Sifat Fisika Tanah
Meningkatkan kemampuan tanah menahan air. Hal ini dapat
dikaitkan dengan sifat polaritas air yang bermuatan negatif dan positif yang
selanjutnya berkaitan dengan partikel tanah dan bahan organik. Air tanah
mempengaruhi mikroorganisme tanah dan tanaman di atasnya. Kadar air optimal
bagi tanaman dan mikroorganisme adalah 0,5 bar/ atmosfer. Salah satu peran bahan organik yaitu sebagai granulator,
yaitu memperbaiki struktur tanah. Menurut Arsyad (1989) peranan bahan organik
dalam pembentukan agregat yang stabil terjadi karena mudahnya tanah membentuk
kompleks dengan bahan organik. Hai ini berlangsung melaluime kanisme : Penambahan bahan organik dapat
meningkatkan populasi mikroorganisme tanah, diantaranya jamur dan cendawan,
karena bahan organik digunakan oleh mikroorganisme tanah sebagai penyusun tubuh
dan sumber energinya. Miselia atau hifa cendawan tersebut mampu menyatukan
butir tanah menjadi agregat, sedangkan bakteri berfungsi seperti semen yang
menyatukan agregat. Peningkatan secara fisik
butir-butir prima oleh miselia jamur dan aktinomisetes. Dengan cara ini
pembentukan struktur tanpa adanya fraksi liat dapat terjadi dalam tanah. Peningkatan secara kimia butir-butir liat melalui ikatan
bagian-bagian pada senyawa organik yang berbentuk rantai panjang. Peningkatan secara kimia butir-butir liat melalui ikatan
antar bagian negatif liat dengan bagian negatif (karbosil) dari senyawa organik
dengan perantara basa dan ikatan hidrogen. Peningkatan secara kimia butir-butir liat melalui ikatan
antara bagian negatif liat dan bagian positf dari senyawa organik berbentuk
rantai polimer.
Mengenal Bahan Organik
Kata
“bahan Organik” atau biasanya disingkat dengan kata BO sering kita dengar
bahkan ucapkan dalam kaitannya dengan masalah kehutanan. Bahan organik sendiri merupakan
bahan-bahan yang dapat diperbaharui, didaur ulang, dirombak oleh
bakteri-bakteri tanah menjadi unsur yang dapat digunakan oleh tanaman tanpa
mencemari tanah dan air. Bahan organik tanah merupakan penimbunan dari
sisa-sisa tanaman dan binatang yang sebagian telah mengalami pelapukan dan
pembentukan kembali. Bahan organik demikian berada dalam pelapukan aktif dan
menjadi mangsa serangan jasad mikro. Sebagai akibatnya bahan tersebut berubah
terus dan tidak mantap sehingga harus selalu diperbaharui melalui penambahan
sisa-sisa tanaman atau binatang.
Adapun
sumber primer bahan organik adalah
jaringan tanaman berupa akar, batang, ranting, daun, dan buah. Bahan organik
dihasilkan oleh tumbuhan melalui proses fotosintesis sehingga unsur karbon
merupakan penyusun utama dari bahan organik tersebut. Unsur karbon ini berada
dalam bentuk senyawa-senyawa polisakarida, seperti selulosa, hemiselulosa,
pati, dan bahan- bahan pektin dan lignin. Selain itu nitrogen merupakan unsur
yang paling banyak terakumulasi dalam bahan organik karena merupakan unsur yang
penting dalam sel mikroba yang terlibat dalam proses perombakan bahan organik
tanah. Jaringan tanaman ini akan mengalami dekomposisi dan akan terangkut ke
lapisan bawah serta diinkorporasikan dengan tanah. Tumbuhan tidak saja sumber
bahan organik, tetapi sumber bahan organik dari seluruh makhluk hidup.
Sumber sekunder bahan organik adalah fauna. Fauna terlebih
dahulu harus menggunakan bahan organik tanaman setelah itu barulah menyumbangkan
pula bahan organik. Perbedaan sumber bahan organik tanah tersebut akan
memberikan perbedaan pengaruh yang disumbangkannya ke dalam tanah. Hal itu
berkaitan erat dengan komposisi atau susunan dari bahan organik tersebut.
Kandungan bahan organik dalam setiap jenis tanah tidak sama. Hal ini tergantung
dari beberapa hal yaitu; tipe vegetasi yang ada di daerah tersebut, populasi
mikroba tanah, keadaan drainase tanah, curah hujan, suhu, dan pengelolaan
tanah. Komposisi atau susunan jaringan tumbuhan akan jauh berbeda dengan
jaringan binatang. Pada umumnya jaringan binatang akan lebih cepat hancur
daripada jaringan tumbuhan. Jaringan tumbuhan sebagian besar tersusun dari air
yang beragam dari 60-90% dan rata-rata sekitar 75%. Bagian padatan sekitar 25%
dari hidrat arang 60%, protein 10%, lignin 10-30% dan lemak 1-8%. Ditinjau dari
susunan unsur karbon merupakan bagian yang terbesar (44%) disusul oleh oksigen
(40%), hidrogen dan abu masing-masing sekitar 8%. Susunan abu itu sendiri
terdiri dari seluruh unsur hara yang diserap dan diperlukan tanaman kecuali C,
H dan O.
Humus merupakan salah satu bentuk bahan organik. Jaringan
asli berupa tubuh tumbuhan atau fauna baru yang belum lapuk terus menerus
mengalami serangan-serangan jasad mikro yang menggunakannya sebagai sumber
energinya dan bahan bangunan tubuhnya. Hasil pelapukan bahan asli yang dilakukan
oleh jasad mikro disebut humus. Humus biasanya berwarna gelap dan dijumpai
terutama pada lapisan tanah atas. Definisi humus yaitu fraksi bahan organik
tanah yang kurang lebih stabil, sisa dari sebagian besar residu tanaman terdekomposisi. Humus merupakan bentuk bahan organik yang lebih stabil,
dalam bentuk inilah bahan organik banyak terakumulasi dalam tanah. Humus
memiliki kontribusi terbesar terhadap durabilitas dan kesuburan tanah. Humuslah
yang aktif dan bersifat menyerupai liat, yaitu bermuatan negatif. Tetapi tidak
seperti liat yang kebanyakan kristalin, humus selalu amorf (tidak beraturan
bentuknya).
Pengaruh Bahan Organik Terhadap Produksi Tanaman
Bahan organik merupakan perekat butiran lepas dan sumber
utama nitrogen, fosfor dan belerang. Bahan organik cenderung mampu meningkatkan
jumlah air yang dapat ditahan di dalam tanah dan jumlah air yang tersedia pada
tanaman. Akhirnya bahan organik merupakan sumber energi bagi jasad mikro. Tanpa
bahan organik semua kegiatan biokimia akan terhenti (Doeswono, 1983).
Bahan tersebut dapat berupa pupuk organik, yang proses
perubahannya dapat terjadi secara alami atau buatan. Bahan organik merupakan bahan penting dalam menciptakan
kesuburan tanah, baik secara fisika, kimia maupun dari segi biologi tanah.
Bahan organik adalah bahan pemantap agregat tanah yang sangat baik. dan
merupakan sumber dari unsur hara tumbuhan. Disamping itu bahan organik adalah
sumber energi dari sebagian besar organisme tanah. Bahan organik dapat diperoleh dari residu tanaman sepert
akar, batang, daun yang gugur, yang dikembalikan ke tanah. 5% tetapi
pengaruhnya terhadap sifat-sifat tanah besar sekali. Fungsi: bahan organik
adalah:
1.
Sebagai granulator, yaitu
memperbaiki struktur tanah.
2.
Sumber unsur hara N, P, S,
unsur mikro dan lain-lain.
3.
Menambah kemampuan tanah untuk
menahan air.
4.
Menambah kemampuan tanah untuk
menahan unsur- unsur hara (Kapasitas tukar kation tanah
menjadi tinggi).
5.
Sumber energi bagi
mikroorganisme.
Bahan organik tidak mutlak dibutuhkan di dalam nutrisi
tanaman, tetapi untuk nutrisi tanaman yang efisien, peranannya tidak boleh
ditawar lagi. Sumbangan bahan organik terhadap pertumbuhan tanaman merupakan
pengaruhnya terhadap sifat-sifat fisik, kimia dan biologis dari tanah. Mereka
memiliki peranan kimia di dalam menyediakan N, P dan S untuk tanaman peranan
biologis di dalam mempengaruhi aktifitas organisme mikroflora dan mikrofauna,
serta peranan fisik di dalam memperbaiki struktur tanah dan lainnya.
Bahan organik memainkan beberapa peranan penting di
tanah. Sebab bahan organik berasal dari tanaman yang tertinggal, berisi
unsur-unsur hara yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman. Bahan organik
mempengaruhi struktur tanah dan cenderung untuk menjaga menaikkan kondisi fisik
yang diinginkan. Hewan-hewan tanah tergantung pada bahan organik untuk makanan
dan mendukung kondisi fisik yang diinginkan dengan mencampur tanah membentuk
alur-alur. Sejak perang dunia ke dua, terdapat suatu peningkatan yang besar
hasil tanaman pada beberapa negara. Hasil tanaman yang lebih besar terutama dimana
hanya biji-bijian saja yang dipanen, sisa - sisa tanamna lebih banyak
dikembalikan ke lahan dan disini lebih banyak penutupan oleh tanaman selama
musim pertumbuhan.
Perlu
dipelajari juga faktor yang mempengaruhi kadar bahan organik dan nitrogen
tanah, faktor yang penting adalah kedalaman tanah, iklim, tekstur tanah dan
drainase. Kedalaman lapisan menentukan kadar bahan organik dan N.
Kadar bahan organik terbanyak ditemukan di lapisan atas setebal 20 cm (15-20%).
Semakin ke bawah kadar bahan organik semakin
berkurang. Hal itu disebabkan akumulasi bahan organik memang terkonsentrasi di
lapisan atas. Faktor iklim yang
berpengaruh adalah suhu dan curah hujan. Makin ke daerah dingin, kadar bahan
organik dan N makin tinggi. Pada kondisi yang sama kadar bahan organik dan N
bertambah 2 hingga 3 kali tiap suhu tahunan rata-rata turun 100C. bila
kelembaban efektif meningkat, kadar bahan organik dan N juga bertambah. Hal itu
menunjukkan suatu hambatan kegiatan organisme tanah. Tekstur tanah juga
cukup berperan, makin tinggi jumlah liat maka makin tinggi kadar bahan organik
dan N tanah, bila kondisi lainnya sama. Tanah berpasir memungkinkan oksidasi
yang baik sehingga bahan organik cepat habis. Pada tanah dengan drainase buruk, dimana air
berlebih, oksidasi terhambat karena kondisi aerasi yang buruk. Hal ini
menyebabkan kadar bahan organik dan N tinggi daripada tanah berdrainase baik.
Disamping itu vegetasi penutup tanah dan adanya kapur dalam tanah juga
mempengaruhi kadar bahan organik tanah. Vegetasi hutan akan berbeda dengan
padang rumput dan tanah pertanian. Faktor-faktor ini saling berkaitan, sehingga
sukar menilainya sendiri (Hakim et al, 1986).
Bahan organik berperan penting untuk menciptakan
kesuburan tanah. Peranan bahan organik bagi tanah adalah dalam kaitannya dengan
perubahan sifat-sifat tanah, yaitu sifat fisik, biologis, dan sifat kimia
tanah. Bahan organik merupakan pembentuk granulasi dalam tanah dan sangat
penting dalam pembentukan agregat tanah yang stabil. Bahan organik adalah bahan
pemantap agregat tanah yang tiada taranya. Melalui penambahan bahan organik,
tanah yang tadinya berat menjadi berstruktur remah yang relatif lebih ringan.
Pergerakan air secara vertikal atau infiltrasi dapat diperbaiki dan tanah dapat
menyerap air lebih cepat sehingga aliran permukaan dan erosi diperkecil.
Demikian pula dengan aerasi tanah yang menjadi lebih baik karena ruang pori
tanah (porositas) bertambah akibat terbentuknya agregat.
Langganan:
Postingan (Atom)